Translate

11/07/13

Mutiara Hikmah berpuasa


Mutiara Hikmah berpuasa

Tidaklah Alloh Azza wa jalla mensyariatkan sesuatu kecuali di dalamnya tersimpan hikmah yang sangat besar. Sebagian manusia ada yang mengetahuinya dan sebagian lagi tidak memahaminya. Namun ketidaktahuan kita terhadap hikmah dari suatu ibadah bukanlah penghalang untuk melaksanakan ibadah tersebut karena Alloh Ta’ala memberikan ilmu yang sangat sedikit kepada manusia.
Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit (QS. Al Israa: 35). Puasa disyariatkan dengan hikmah yang sangat agung, manfaat yang luas dan pengaruh yang sangat berbarokah sehingga menduduki posisi ibadah fardhu dalam Islam. Diantara hikmah-hikmah tersebut adalah:
  1. Puasa adalah barometer kejujuran iman seseorang, kesempurnaan ibadahnya, kemurnian cintanya kepada Alloh, besarnya harapannya kepada apa yang dijanjikan Alloh bagi orang-orang yang berbuat amal sholih baik berupa ampunan, rahmat dan surganya. Hal itu karena ia meninggalkan semua yang ia senangi dan sukai tatkala berpuasa demi mendahulukan keta’atan dan cintanya kepada Robbnya. Alloh Ta'ala berfirman:
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. Ali Imraan: 31).
Dari Anas t dari Nabi r bersabda:
« ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا ، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِى الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ »
Tiga orang yang merasakan manisnya iman jika ia berada di atasnya: orang yang lebih mencintai Alloh dan RasulNya daripada selain keduanya, orang yang mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya kecuali karena Alloh dan orang yang benci untuk kembali kepada kekufuran sebagaimana ia benci dilemparkan ke dalam api  (HR. Bukhori 16, Muslim 43).
b. Puasa akan membiasakan seseorang untuk selalu mengawasi dan mengontrol jiwanya serta mengarahkannya kepada tujuan hidup sebenarnya yaitu meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (QS. As Syams: 9-10).

Dan Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya (QS. An Naazi’at: 40-41).
Dari Abdulloh bin Umar rodhiyallohu 'anhuma ia berkata: 'Rasululloh r memegang pundakku seraya berkata:
« كُنْ فِى الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ ، أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ »
Jadilah di dunia seolah-olah engkau seorang yang asing atau penyeberang jalan.
Ibnu 'Umar berkata:
  إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ
Jika engkau di waktu sore maka jangan menunggu pagi hari. Jika engkau di pagi hari jangan menunggu waktu sore. Ambillah waktu sehatmu sebelum waktu sakitmu dan hidupmu sebelum matimu (HR. Al Bukhori 6416).
c. Mendidik dan membiasakan seseorang untuk bersabar melaksanakan keta’atan dan menjauhi larangan Alloh Ta’ala walaupun berat bagi jiwa. Alloh Ta’ala berfirman:

Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas (QS. Az  Zumar: 10).
Rasululloh r bersabda:
« وَاعْلَمْ أَنَّ فِي الصَّبْرِ عَلَى مَا تَكْرَهُ خَيْرًا كَثِيْرًا »
Ketahuilah bahwasanya di dalam kesabaran atas sesuatu yang kamu tidak senangi terdapat kebaikan yang sangat banyak (HR. Ahmad 1/304, Tirmidzi 2516 dan ia berkata: hadits hasan shohih ). Nabi r juga bersabda:
وَمَا أُعْطِىَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ
Tidaklah seseorang diberikan dengan sesuatu pemberian yang lebih baik dan lebih  luas daripada kesabaran (HR. Bukhori 1469, Muslim 1053). Oleh karena itu seseorang yang sedang berpuasa tidak boleh melayani cacian dan makian meskipun ia berhak untuk membalasnya sebagaimana sabda Nabi r :
الصِّيَامُ جُنَّةٌ ، فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْهَلْ ، وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّى صَائِمٌ
Puasa adalah perisai maka janganlah berkata kotor, berbuat jahiliyyah, jika seseorang memerangimu atau memakimu maka  katakanlah: “Saya sedang puasa” (HR. Bukhori  1894).
d. Puasa adalah sebab ketaqwaan. Alloh ta’ala berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS. Al Baqoroh: 183).
Salah seorang tabi’in, Tolq bin Habib mendefinisikan makna taqwa yaitu:
اَلْعَمَلُ بِطَاعَةِ اللهِ، عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ، رَجَاءَ ثَوَابِ اللهِ، وَتَرْكُ مَعَاصِي اللهِ، عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ، مَخَافَةَ عَذَابِ اللهِ
Taqwa adalah melakukan amalan keta’atan kepada Alloh di atas cahaya dari Alloh (berdasarkan dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah) dengan mengharapkan pahala dari Alloh dan meninggalkan maksiat kepada Alloh di atas cahaya dari Alloh karena takut siksaan Alloh.
Dengan berpuasa atas dasar ikhlas mengharapkan pahala dari Alloh dan mengikuti cahaya ilmu yaitu dalil dalam Al Qur’an dan As Sunnah maka seseorang telah menempuh jalan yang mengantarkannya menuju insan yang bertaqwa.
e. Diantara hikmah puasa yang lain, Puasa akan mengingatkan seseorang dengan penderitaan orang-orang yang kelaparan, kaum fakir miskin dan orang-orang yang lemah sehingga mendorongnya untuk selalu bersyukur dengan nikmat Alloh yang begitu banyak diberikan kepadanya  serta menumbuhkan solidaritas antar sesama. Dari Anas t dari Nabi r bersabda:
« لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ »
Tidak sempurna iman salah seorang kalian sampai ia menyukai untuk saudaranya apa yang ia sukai untuk dirinya (HR. Bukhori 13).
Melihat orang lain yang lebih susah dan menderita dibandingkan dirinya  merupakan sebab-sebab yang bisa melanggengkan kebahagiaan. Dari Abu Hurairah t Rasululloh r bersabda:
« انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ »
Lihatlah kepada orang yang lebih rendah darimu dan jangan melihat kepada orang yang di atasmu. Yang demikian itu lebih utama agar kamu tidak meremehkan nikmat Alloh atas kalian (HR. Muslim 2963).
f. Puasa dapat melunakkan, melembutkan dan menghidupkan hati untuk tunduk kepada keta’atan karena penuhnya perut dan diturutinya syahwat merupakan faktor terbesar matinya hati dan sombongnya terhadap kebenaran serta berpalingnya dari beribadah kepada Alloh. Oleh karena itu Nabi r mengatakan:
« مَا مَلأَ آدَمِىٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلاَتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ كَانَ لاَ مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ »
Tidaklah anak adam memenuhi wadah yang lebih jelek dari memenuhi perutnya, cukuplah bagi anak adam sedikit makan untuk menegakkan tulangnya jika tidak bisa maka sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga untuk bernafas (udara) (HR. Ahmad 4/132, Tirmidzi 2380, Al Hakim 4/121 dan ia menshohihkannya dan disepakati oleh Adz Dzahabi). Nabi r dan para sahabatnya adalah orang-orang yang terbiasa hidup dalam keadaan lapar walaupun mereka mampu untuk hidup berkecukupan karena dengan itulah mereka menjadi teladan ummat, sebaik-baik generasi Islam. ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha berkata:
مَا شَبِعَ آلُ مُحَمَّدٍ - صلى الله عليه وسلم - مُنْذُ قَدِمَ الْمَدِينَةَ مِنْ طَعَامِ الْبُرِّ ثَلاَثَ لَيَالٍ تِبَاعًا ، حَتَّى قُبِضَ
Tidaklah keluarga Muhammad r kenyang sejak datang ke Madinah dari makan gandum tiga malam berturut-turut sampai beliau r diwafatkan (HR. Bukhori  5416).
g. Sesungguhnya segala sesuatu mempunyai hak untuk beristirahat dalam menjalani proses kehidupan ini. Demikian pula sistem pencernaan yang ada dalam tubuh manusia pada keadaan tertentu akan mengalami kejenuhan jika terus-menerus digunakan. Dengan berpuasa akan mengistirahatkan sistem kerja di dalam perut dan mengembalikannya ke dalam kondisi yang terbaik untuk bekerja kembali sehingga tercapailah keseimbangan dan keteraturan hidup berdasarkan keumuman sabda Nabi r :
فَأَعْطِ كُلَّ ذِى حَقٍّ حَقَّهُ
Berikanlah setiap yang mempunyai hak itu haknya (HR. Bukhori 1967).
h. Sesungguhnya manusia diciptakan dalam kondisi lemah dan cepat mengalami kebosanan jika melaksanakan satu macam ibadah saja sehingga syari’at yang mulia ini memberikan beberapa variasi ibadah seperti ibadah badan semisal sholat, ibadah harta dengan bershodaqoh, zakat, ibadah badan sekaligus harta seperti jihad dan haji dan ibadahnya jiwa dari menuruti syahwatnya yaitu puasa untuk membersihkan jiwa-jiwa manusia. Alloh Ta’ala berfirman:

Dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir (QS. Ali Imraan: 141).
Ibadah puasa dilakukan hanya sebulan dalam setahun dengan hikmah yang sangat dalam yaitu menguatkan semangat beribadah dan menghindari rasa futur. Dari Abu Hurairah t dari Nabi r bersabda:
« إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ ، فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا ، وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَىْءٍ مِنَ الدُّلْجَةِ »
Sesungguhnya agama itu mudah dan tidak ada  seseorang yang membuatnya berat kecuali agama akan mengalahkannya maka luruslah, bersahajalah, sampaikanlah kabar gembira dan minta tolonglah (untuk melakukan keta'atan tatkala bersemangat) di waktu pagi, sore dan malam hari (HR. Al Bukhori 39,5673).
i. Ibadah puasa merupakan pelipur lara bagi kaum muslimin karena besarnya keutamaan yang akan diperoleh bagi mereka yang mengerjakannya.
وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ وَذَلِكَ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ
Sesungguhnya Alloh memiliki orang-orang yang dibebaskan dari neraka dan itu pada setiap malam (HR. Ibnu Majah 1643 dengan derajat yang shohih dan dikeluarkan pula secara lengkap oleh  Al Bazzar 3142 dan Ahmad II/254).
Dari Hudzaifah bin Yaman t bahwasanya Nabi r bersabda:
فِتْنَةُ الرَّجُلِ فِى أَهْلِهِ وَوَلَدِهِ وَجَارِهِ تُكَفِّرُهَا الصَّلاَةُ وَالصِّيَامُ وَالصَّدَقَةُ وَالأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْىُ عَنِ الْمُنْكَر
Pelanggaran yang dilakukan seorang laki-laki di dalam keluarganya, anaknya dan tetangganya dapat ditebus dengan sholat, puasa, shodaqoh dan amar ma'ruf nahi mungkar (HR. Al Bukhori II/7 dan Muslim 144). Wallohul Musta'an.


[1] Disadur dari risalah penulis "Untaian Kultum Romadhon" dengan beberapa penambahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar