Sesungguhnya
agama Islam dengan segenap universalitasnya dibangun di atas kemudahan dan
menghilangkan kesusahan yang dimulai dari masalah yang urgen yaitu aqidah sampai berakhir ke
masalah-masalah hukum-hukum dan ibadah dengan segala macam bentuknya, sesuai
dan dapat diterima oleh fitroh manusia tanpa membebani atau memberatkan
seseorang. Berbeda dengan pendapat sebagian orang yang mengatakan bahwa Islam
adalah agama yang berat dan tidak sesuai dengan kemajuan zaman. Alloh Ta'ala
berfirman:
4
Dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk
kamu dalam agama suatu kesempitan (QS. Al Hajj: 78). Alloh Ta'ala mengetahui bahwa pada diri
manusia ini terdapat banyak kelemahan sehingga Dia memilihkan agama Islam ini
untuk dianut semua manusia yang ingin bahagia di dunia dan akhirat. Ia
berfirman:
Allah
hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah (QS. An Nisaa: 28).
Diantara
pilar-pilar penopang kemudahan-kemudahan dalam ajaran Islam diantaranya:
- Rukhshoh (Keringanan)
Rukhshoh
adalah hukum yang berlaku menyelesihi dalil disebabkan adanya udzur syar'i
seperti bolehnya mengqoshor dan menjama' sholat serta tidak puasa tatkala
safar, bolehnya bertayammum dengan tanah disaat tidak menemukan air, tidak
bolehnya sholat puasa bagi wanita yang haid dan nifas serta yang lainnya.
Rukhshoh merupakan pondasi kemudahan yang penting dalam Islam yang ia merupakan
pemberian dan shodaqoh dari Alloh Ta'ala untuk meringankan manusia dan
memberikannya udzur dari yang sesuatu yang tidak mereka mampui.
Dari
Ibnu 'Umar rodhiyallohu 'anhuma, Rasululloh r bersabda:
«
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُ أَنْ تُؤْتَى رُخَصُهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ تُؤْتَى مَعْصِيَتُهُ
»
Sesungguhnya Alloh senang jika dikerjakan
keringanan-keringanan (dari)Nya sebagaimana Ia tidak senang jika dilakukan
kemaksiatan (kepada)Nya (HR. Ahmad no. 5873).
- Segala sesuatu itu pada dasarnya boleh untuk dimakan dan dimanfaatkan.
Semua yang ada di bumi ini diciptakan Alloh
untuk manusia dan mereka diperkenankan memanfaatkannya selama tidak ada dalil
yang mengharamkannya. Alloh Ta'ala berfirman:
t
Dan
dia Telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya,
(sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir (QS. Al Jatsiyah: 13).
Tidaklah
diperbolehkan seseorang menghalalkan sesuatu yang mubah atau telah dihalalkan
oleh syari'at Islam karena yang demikian termasuk berlebih-lebihan yang dapat
mengeluarkan seseorang dari agamanya dan memperoleh kemarahan dari Alloh
sebagaimana yang terjadi pada umat-umat sebelumnya. Oleh karena itu Alloh
Ta'ala melarang bertanya dari hal itu dengan firmanNya:
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal
yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan
di waktu Al Quran itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah
memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.
Sesungguhnya Telah ada segolongan manusia sebelum kamu menanyakan hal-hal yang
serupa itu (kepada nabi mereka), kemudian mereka tidak percaya kepadanya (QS. Al Maaidah: 101-102).
Dari
Abi Waqqosh t bahwasanya Nabi r
bersabda:
«
إِنَّ أَعْظَمَ الْمُسْلِمِينَ جُرْمًا مَنْ سَأَلَ عَنْ شَىْءٍ لَمْ يُحَرَّمْ ، فَحُرِّمَ
مِنْ أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ »
Sesungguhnya dosa seorang muslim yang
paling besar adalah orang yang bertanya tentang sesuatu yang belum diharamkan
kemudian diharamkan karena pertanyaannya (HR. Al Bukhori 7289, Muslim
6116).
- Kekeliruan, lupa dan dipaksa.
Indah dan santunnya Islam nampak pada
keselarasannya dengan tabiat manusia yang suka keliru tanpa disengaja dan lupa.
Tidaklah seseorang itu dibebani dosa jika mengalami hal itu. Alloh Ta'ala
menyebutkan lewat lisan kaum mukminin yang mana mereka mengatakan:
$oY/u w !$tRõÏ{#xsè?
bÎ) !$uZÅ¡®S
÷rr& $tRù'sÜ÷zr& 4
"Ya Tuhan
kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah (QS. Al Baqoroh: 286). Alloh Ta'ala
berkata: "Telah aku lakukan" (HR. Muslim 330). Adapun
pemaksaan adalah sesuatu yang tidak bisa dielakkan diluar kehendak manusia yang
pada kondisi demikian syariat Islam membolehkan untuk mengerjakan sesuatu yang
sebelumnya dilarang demi menghindari hilangnya jiwa atau siksa yang begitu
dahsyat sebagaimana yang terjadi pada Ammar bin Yasir tatkala disiksa oleh
Quraisy sehingga ia menyebut sesembahan Quraisy namun hatinya tetap tenang
beriman kepada Alloh yang diibadahi dengan benar. Nabi r berkata kepadanya:
إِنْ عَادُوا فَعُدْ
Jika mereka mengulangi (penyiksaan) maka
ulangilah (HR. Al Hakim 2/357 dan ia berkata: hadits shohih atas syarat Al
Bukhori dan Muslim dan disepakati oleh Adz Dzahabi).
- Larangan dari ghuluw (berlebihan dalam agama).
Seseorang yang mengambil agama ini
sebagaimana yang dikehendaki Alloh dengan ilmu, pemahaman dan praktek yang
benar akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat karena agama ini
diturunkan bukan untuk membebani manusia di luar kesanggupannya. Alloh Ta'ala
berfirman:
Kami
tidak menurunkan Al Quran Ini kepadamu agar kamu menjadi susah (QS. Thaha: 2).
Sebaliknya jika ada yang berlebihan bukan pada
tempatnya maka ia tidak akan mampu memikulnya dan akhirnya menjadi futur bahkan
keluar dari agama tanpa disadarinya. Nabi r
bersabda:
« هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ » قَالَهَا
ثَلاَثًا
Celaka orang-orang yang
berlebihan (beliau mengatakannya tiga kali) (HR. Muslim 6784). Anas bin
Malik t berkata: ' Nabi r
pernah masuk masjid dan tiba-tiba ada tali membentang diantara dua tiang.
Beliau bertanya: 'Tali apa ini ?' Mereka menjawab: 'Ini talinya Zainab. Jika ia
capek (sholat) ia berpegangan'. Maka Nabi r :
«
لاَ ، حُلُّوهُ ، لِيُصَلِّ أَحَدُكُمْ نَشَاطَهُ ، فَإِذَا فَتَرَ فَلْيَقْعُدْ »
Jangan begitu, lepaskan tali itu.
Hendaknya diantara kalian ini sholat tatkala bersemangat (kuat), jika capek
maka hendaknya ia duduk (HR. Al Bukhori 1150 dan Muslim 1831). Dari 'Aisyah
rodhiyallohu 'anha Nabi r
bersabda:
عَلَيْكُمْ بِمَا
تُطِيقُونَ ، فَوَاللَّهِ لاَ يَمَلُّ اللَّهُ حَتَّى تَمَلُّوا
Hendaknya kalian beramal sesuai
dengan kemampuan. Demi Alloh, Alloh tidak akan bosan sampai kalian bosan (HR.
Al Bukhori 43, Muslim 1834).
- Bertaubat
Taubat merupakan pondasi yang kuat dalam manhaj taisir
(kemudahan) dalam Islam dan ia merupakan sebab kokoh serta langgengnya
seseorang di atas agama Alloh dan sebab mendapat kecintaan Alloh. Alloh Ta'ala
berfirman:
4 ¨
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat
dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri (QS. Al Baqoroh: 222). Dari Abu Hurairoh t
Rasululloh r bersabda:
«
لَلَّهُ أَشَدُّ فَرَحًا بِتَوْبَةِ أَحَدِكُمْ مِنْ أَحَدِكُمْ بِضَالَّتِهِ إِذَا
وَجَدَهَا »
Benar-benar
Alloh sangat gembira dengan taubat salah seorang kalian daripada seseorang yang
menemukan kendaraannya yang telah hilang (HR. Muslim 6953).
Banyak bertaubat kepada Alloh ta'ala akan memberikan
kemudahan bagi seseorang untuk menempuh cobaan hidup ini. Kalaulah bukan karena
bertaubat maka Alloh Ta'ala tidak akan menciptakan manusia yang banyak salah
dan dosa seperti kita. Dari Abu Hurairoh t Rasululloh r bersabda:
«
وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَوْ لَمْ تُذْنِبُوا لَذَهَبَ اللَّهُ بِكُمْ وَلَجَاءَ
بِقَوْمٍ يُذْنِبُونَ فَيَسْتَغْفِرُونَ اللَّهَ فَيَغْفِرُ لَهُمْ »
Demi Alloh yang jiwaku
ditanganNya jika kalian tidak berdosa maka Alloh akan menghilangkan kalian dan
mendatangkan suatu kaum yang mereka berdosa lalu meminta ampun kemudian Alloh
mengampuninya (HR. Muslim 6965).
Termasuk kemudahan dalam Islam dan luasnya rahmatNya,
Alloh Ta'ala menjadikan amalan sholih hamba sebagai penebus dari
kesalahan-kesalahannya. Alloh Azza wa jalla berfirman:
Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan
mengerjakan amal saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan
kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. Al Furqon: 70).
Dari Abu dzar t
Rasululloh r
bersabda:
« اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ
وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
»
Bertaqwalah kepada Alloh dimana saja kamu berada dan iringilah perbuatan
jelek dengan perbuatan yang baik niscaya kebaikan itu akan menghapusnya dan
pergauli manusia dengan akhlaq yang baik (HR. At Tirmidzi
1987 dan ia berkata: hadits hasan shohih).
Hadits-hadits yang menerangkan hal ini sangat banyak sekali,
diantaranya:
a. Wudhu dapat menghapuskan dosa dan kesalahan seorang muslim selama ia
menjauhi dosa-dosa besar. Dari Utsman bin Affan t Rasululloh r bersabda:
« مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ
خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ جَسَدِهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِهِ »
Barangsiapa
yang berwudhu lalu ia membaguskan wudhunya maka akan keluar dosa-dosa dari
tubuhnya sampai keluar dari bawah kukunya (HR. Muslim 578).
b. Sholat
yang lima
waktu, jum'at ke jum'at berikutnya dan puasa sampai puasa berikutnya dapat
meleburkan dosa-dosanya. Nabi r
bersabda:
« الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ
إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا
اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ »
Sholat yang lima waktu, jum'at ke jum'at berikutnya,
romadhon ke romadhon berikutnya adalah penghapus dosa diantaranya selama ia
menghindari dosa besar (HR. Muslim552).
Dari Abu Qotadah Al Anshory t
bahwasanya Rasululloh r
pernah ditanya tentang puasa 'Arofah, ia berkata:
« يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ
وَالْبَاقِيَةَ »
Penghapus dosa tahun yang sebelum
dan sesudahnya.
Dan beliau ditanya tentang puasa Asyuro', beliau
menjawab:
« يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ
»
Penghapus dosa setahun yang lalu (HR.
Muslim 2747).
c.
Semua musibah yang menimpa seorang muslim adalah
penghapus dosanya jika ia bersabar dan mengharap pahala dari musibah tersebut.
Dari Abu Hurairoh t dari Nabi r
bersabda:
«
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ
أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا ، إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ
خَطَايَاهُ »
Tidaklah ada musibah yang menimpa
seorang muslim baik itu capek, rasa sakit yang berkepanjangan, susah, sedih,
gangguan, gundah sampai duri yang menusuknya kecuali Alloh menjadikannya
penghapus dosa-dosanya (HR. Al Bukhori 5641, Muslim 6568).
Begitulah keindahan dan kemudahan dalam Islam yang
tidak akan pernah ada dalam agama lain yang tidak diridhoi Alloh Ta'ala.
Manakala seseorang tidak menapaki prinsip ini maka akan memberatkan dirinya dan
masyarakatnya serta menimbulkan perilaku menyimpang dalam beragama seperti
pembebanan diri dengan sesuatu yang tidak dimampui dan persepsi negatif
terhadap agama yang mulia ini. Wallohul muwaffiq.