Translate

07/09/13

PILAR-PILAR KEMUDAHAN Dalam ISLAM





Sesungguhnya agama Islam dengan segenap universalitasnya dibangun di atas kemudahan dan menghilangkan kesusahan yang dimulai dari masalah yang  urgen yaitu aqidah sampai berakhir ke masalah-masalah hukum-hukum  dan  ibadah dengan segala macam bentuknya, sesuai dan dapat diterima oleh fitroh manusia tanpa membebani atau memberatkan seseorang. Berbeda dengan pendapat sebagian orang yang mengatakan bahwa Islam adalah agama yang berat dan tidak sesuai dengan kemajuan zaman. Alloh Ta'ala berfirman:
4
Dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan (QS. Al Hajj: 78). Alloh Ta'ala mengetahui bahwa pada diri manusia ini terdapat banyak kelemahan sehingga Dia memilihkan agama Islam ini untuk dianut semua manusia yang ingin bahagia di dunia dan akhirat. Ia berfirman:

Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah (QS. An Nisaa: 28).
Diantara pilar-pilar penopang kemudahan-kemudahan dalam ajaran Islam diantaranya:
  1. Rukhshoh (Keringanan)
Rukhshoh adalah hukum yang berlaku menyelesihi dalil disebabkan adanya udzur syar'i seperti bolehnya mengqoshor dan menjama' sholat serta tidak puasa tatkala safar, bolehnya bertayammum dengan tanah disaat tidak menemukan air, tidak bolehnya sholat puasa bagi wanita yang haid dan nifas serta yang lainnya. Rukhshoh merupakan pondasi kemudahan yang penting dalam Islam yang ia merupakan pemberian dan shodaqoh dari Alloh Ta'ala untuk meringankan manusia dan memberikannya udzur dari yang sesuatu yang tidak mereka mampui.
Dari Ibnu 'Umar rodhiyallohu 'anhuma, Rasululloh r bersabda:
« إِنَّ اللَّهَ يُحِبُ أَنْ تُؤْتَى رُخَصُهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ تُؤْتَى مَعْصِيَتُهُ »
Sesungguhnya Alloh senang jika dikerjakan keringanan-keringanan (dari)Nya sebagaimana Ia tidak senang jika dilakukan kemaksiatan (kepada)Nya (HR. Ahmad no. 5873).
  1. Segala sesuatu itu pada dasarnya boleh untuk dimakan dan dimanfaatkan.
Semua yang ada di bumi ini diciptakan Alloh untuk manusia dan mereka diperkenankan memanfaatkannya selama tidak ada dalil yang mengharamkannya. Alloh Ta'ala berfirman:
t
Dan dia Telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir (QS. Al Jatsiyah: 13).
Tidaklah diperbolehkan seseorang menghalalkan sesuatu yang mubah atau telah dihalalkan oleh syari'at Islam karena yang demikian termasuk berlebih-lebihan yang dapat mengeluarkan seseorang dari agamanya dan memperoleh kemarahan dari Alloh sebagaimana yang terjadi pada umat-umat sebelumnya. Oleh karena itu Alloh Ta'ala melarang bertanya dari hal itu dengan firmanNya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Quran itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. Sesungguhnya Telah ada segolongan manusia sebelum kamu menanyakan hal-hal yang serupa itu (kepada nabi mereka), kemudian mereka tidak percaya kepadanya (QS. Al Maaidah: 101-102).
Dari Abi Waqqosh t bahwasanya Nabi r bersabda:
« إِنَّ أَعْظَمَ الْمُسْلِمِينَ جُرْمًا مَنْ سَأَلَ عَنْ شَىْءٍ لَمْ يُحَرَّمْ ، فَحُرِّمَ مِنْ أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ »
Sesungguhnya dosa seorang muslim yang paling besar adalah orang yang bertanya tentang sesuatu yang belum diharamkan kemudian diharamkan karena pertanyaannya (HR. Al Bukhori 7289, Muslim 6116).
  1. Kekeliruan, lupa dan dipaksa.
Indah dan santunnya Islam nampak pada keselarasannya dengan tabiat manusia yang suka keliru tanpa disengaja dan lupa. Tidaklah seseorang itu dibebani dosa jika mengalami hal itu. Alloh Ta'ala menyebutkan lewat lisan kaum mukminin yang mana mereka mengatakan:
$oY­/u Ÿw !$tRõÏ{#xsè? bÎ) !$uZŠÅ¡®S ÷rr& $tRù'sÜ÷zr& 4
"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah (QS. Al Baqoroh: 286). Alloh Ta'ala berkata: "Telah aku lakukan" (HR. Muslim 330). Adapun pemaksaan adalah sesuatu yang tidak bisa dielakkan diluar kehendak manusia yang pada kondisi demikian syariat Islam membolehkan untuk mengerjakan sesuatu yang sebelumnya dilarang demi menghindari hilangnya jiwa atau siksa yang begitu dahsyat sebagaimana yang terjadi pada Ammar bin Yasir tatkala disiksa oleh Quraisy sehingga ia menyebut sesembahan Quraisy namun hatinya tetap tenang beriman kepada Alloh yang diibadahi dengan benar. Nabi r berkata kepadanya:
إِنْ عَادُوا فَعُدْ
Jika mereka mengulangi (penyiksaan) maka ulangilah (HR. Al Hakim 2/357 dan ia berkata: hadits shohih atas syarat Al Bukhori dan Muslim dan disepakati oleh Adz Dzahabi).
  1. Larangan dari ghuluw (berlebihan dalam agama).
Seseorang yang mengambil agama ini sebagaimana yang dikehendaki Alloh dengan ilmu, pemahaman dan praktek yang benar akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat karena agama ini diturunkan bukan untuk membebani manusia di luar kesanggupannya. Alloh Ta'ala berfirman:
Kami tidak menurunkan Al Quran Ini kepadamu agar kamu menjadi susah (QS. Thaha: 2).
 Sebaliknya jika ada yang berlebihan bukan pada tempatnya maka ia tidak akan mampu memikulnya dan akhirnya menjadi futur bahkan keluar dari agama tanpa disadarinya. Nabi r bersabda:
« هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ » قَالَهَا ثَلاَثًا
Celaka orang-orang yang berlebihan (beliau mengatakannya tiga kali) (HR. Muslim 6784). Anas bin Malik t berkata: ' Nabi r pernah masuk masjid dan tiba-tiba ada tali membentang diantara dua tiang. Beliau bertanya: 'Tali apa ini ?' Mereka menjawab: 'Ini talinya Zainab. Jika ia capek (sholat) ia berpegangan'. Maka Nabi r :
« لاَ ، حُلُّوهُ ، لِيُصَلِّ أَحَدُكُمْ نَشَاطَهُ ، فَإِذَا فَتَرَ فَلْيَقْعُدْ »
Jangan begitu, lepaskan tali itu. Hendaknya diantara kalian ini sholat tatkala bersemangat (kuat), jika capek maka hendaknya ia duduk (HR. Al Bukhori 1150 dan Muslim 1831). Dari 'Aisyah rodhiyallohu 'anha Nabi r bersabda:
عَلَيْكُمْ بِمَا تُطِيقُونَ ، فَوَاللَّهِ لاَ يَمَلُّ اللَّهُ حَتَّى تَمَلُّوا
Hendaknya kalian beramal sesuai dengan kemampuan. Demi Alloh, Alloh tidak akan bosan sampai kalian bosan (HR. Al Bukhori 43, Muslim 1834).
  1. Bertaubat
Taubat merupakan pondasi yang kuat dalam manhaj taisir (kemudahan) dalam Islam dan ia merupakan sebab kokoh serta langgengnya seseorang di atas agama Alloh dan sebab mendapat kecintaan Alloh. Alloh Ta'ala berfirman:
4 ¨
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri (QS. Al Baqoroh: 222). Dari Abu Hurairoh t Rasululloh r bersabda:
« لَلَّهُ أَشَدُّ فَرَحًا بِتَوْبَةِ أَحَدِكُمْ مِنْ أَحَدِكُمْ بِضَالَّتِهِ إِذَا وَجَدَهَا »
Benar-benar Alloh sangat gembira dengan taubat salah seorang kalian daripada seseorang yang menemukan kendaraannya yang telah hilang (HR. Muslim 6953).
Banyak bertaubat kepada Alloh ta'ala akan memberikan kemudahan bagi seseorang untuk menempuh cobaan hidup ini. Kalaulah bukan karena bertaubat maka Alloh Ta'ala tidak akan menciptakan manusia yang banyak salah dan dosa seperti kita. Dari Abu Hurairoh t Rasululloh r bersabda:
« وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَوْ لَمْ تُذْنِبُوا لَذَهَبَ اللَّهُ بِكُمْ وَلَجَاءَ بِقَوْمٍ يُذْنِبُونَ فَيَسْتَغْفِرُونَ اللَّهَ فَيَغْفِرُ لَهُمْ »
Demi Alloh yang jiwaku ditanganNya jika kalian tidak berdosa maka Alloh akan menghilangkan kalian dan mendatangkan suatu kaum yang mereka berdosa lalu meminta ampun kemudian Alloh mengampuninya (HR. Muslim 6965).
Termasuk kemudahan dalam Islam dan luasnya rahmatNya, Alloh Ta'ala menjadikan amalan sholih hamba sebagai penebus dari kesalahan-kesalahannya. Alloh Azza wa jalla berfirman:
ž
Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. Al Furqon: 70).
Dari Abu dzar t Rasululloh r bersabda:
« اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ »
Bertaqwalah kepada Alloh dimana saja kamu berada dan iringilah perbuatan jelek dengan perbuatan yang baik niscaya kebaikan itu akan menghapusnya dan pergauli manusia dengan akhlaq yang baik (HR. At Tirmidzi 1987 dan ia berkata: hadits hasan shohih).
Hadits-hadits yang menerangkan hal ini sangat banyak sekali, diantaranya:
a.       Wudhu dapat menghapuskan dosa dan kesalahan seorang muslim selama ia menjauhi dosa-dosa besar. Dari Utsman bin Affan t Rasululloh r bersabda:
« مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ جَسَدِهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِهِ »
Barangsiapa yang berwudhu lalu ia membaguskan wudhunya maka akan keluar dosa-dosa dari tubuhnya sampai keluar dari bawah kukunya (HR. Muslim 578).
b.      Sholat yang lima waktu, jum'at ke jum'at berikutnya dan puasa sampai puasa berikutnya dapat meleburkan dosa-dosanya. Nabi r bersabda:
« الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ »
Sholat yang lima waktu, jum'at ke jum'at berikutnya, romadhon ke romadhon berikutnya adalah penghapus dosa diantaranya selama ia menghindari dosa besar (HR. Muslim552).
Dari Abu Qotadah Al Anshory t bahwasanya Rasululloh r pernah ditanya tentang puasa 'Arofah, ia berkata:
« يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ »
Penghapus dosa tahun yang sebelum dan sesudahnya.
Dan beliau ditanya tentang puasa Asyuro', beliau menjawab:
« يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ »
Penghapus dosa setahun yang lalu (HR. Muslim 2747).
c.       Semua musibah yang menimpa seorang muslim adalah penghapus dosanya jika ia bersabar dan mengharap pahala dari musibah tersebut. Dari Abu Hurairoh t dari Nabi r bersabda:
« مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا ، إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ »
Tidaklah ada musibah yang menimpa seorang muslim baik itu capek, rasa sakit yang berkepanjangan, susah, sedih, gangguan, gundah sampai duri yang menusuknya kecuali Alloh menjadikannya penghapus dosa-dosanya (HR. Al Bukhori 5641, Muslim 6568).

Begitulah keindahan dan kemudahan dalam Islam yang tidak akan pernah ada dalam agama lain yang tidak diridhoi Alloh Ta'ala. Manakala seseorang tidak menapaki prinsip ini maka akan memberatkan dirinya dan masyarakatnya serta menimbulkan perilaku menyimpang dalam beragama seperti pembebanan diri dengan sesuatu yang tidak dimampui dan persepsi negatif terhadap agama yang mulia ini. Wallohul muwaffiq.














Keluwesan Islam dalam profesi dan mata pencaharian




Seiring dengan berlalunya waktu, sistem kehidupan manusia pun semakin maju dan penuh dengan dinamika perkembangan terutama dalam mencari penghidupan. Profesi manusia juga semakin beraneka ragam baik di bidang pertanian, perdagangan, industri, jasa dan lainnya.
Pada dasarnya Islam membolehkan semua jenis profesi selama profesi itu bukan sesuatu yang haram atau mengantarkan kepada yang haram yang dapat merusak agama, jiwa, keturunan, akal dan harta. Oleh karena itu di dalam Islam tidak pernah dikenal istilah “nganggur” baik di rumah maupun di dalam masjid hanya untuk beribadah. Bahkan para nabi pun yang diutus oleh Alloh Ta’ala semuanya memiliki profesi dan mata pencaharian tertentu. Alloh Ta’ala berfirman tentang Nabi Dawud ‘alaihis salam:
أَنِ اعْمَلْ سَابِغَاتٍ وَقَدِّرْ فِي السَّرْدِ
Buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya (QS. Saba’:11).
Rasululloh r bersabda tentang Nabi Zakariya :
كَانَ زَكَرِيَّاءُ  نَجَّارًا
Zakariya dahulunya adalah seorang tukang kayu (HR. Muslim 2379).
Rasululloh r menerangkan profesinya sebagai penggembala kambing:
كُنْتُ أَرْعَاهَا عَلَى قَرَارِيطَ لأَهْلِ مَكَّةَ
Dahulu saya menggembala kambing dengan upah beberapa dinar untuk penduduk Makkah (HR. al Bukhori 2143). Demikian pula para sahabat, tabi’in dan salafus sholih yang lainnya rodhiyallohu ‘anhum tidak mau ketinggalan dengan profesinya. Abu Bakr, Abdurrahman bin ‘Auf, Tholhah bih ‘Ubaidillah dan Muhammad bin Sirrin adalah penjual bibit dan rempah-rempah. Umar bin Khaththob menjual kulit sedangkan Utsman bin ‘Affan selain berdagang juga memproduksi makanan dan menjualnya. Zubair bin Al Awwam, ‘Amr bin Al Ash dan Abu Hanifah semuanya pedagang dan penjual sutera. Ali bin Abi Tholib terkadang beliau menjadi buruh dan berkerja kepada orang Yahudi sampai tangannya berbekas lecet. Utsman bin Tholhah adalah seorang penjahit sedangkan Sa’d bin Abi Waqqosh membuat panah dan mengambil upah dari merautnya (Talbis Al Iblis 345, Al Mabsuth 30/248, At Tobaqot Ibnu Sa’d 3/184, Al Hilyah 1/70, lihat Ahkamul Hirfah, Aziz bin Farhan hal.76).
Faedah Mencari Pekerjaan atau Profesi
Islam menyuruh pemeluknya untuk mencari pekerjaan atau profesi adalah demi kebahagiaan mereka dunia dan akhirat. Disamping itu ada beberapa tujuan mulia dari hal ini yaitu:
1.      Menjaga kehormatan manusia
Hal itu dengan menciptakan kehidupan yang mulia dan menjauhkan diri dari kehinaan dengan mengemis kepada orang lain. Hal ini diajarkan oleh Nabi dengan dua cara :
a.       Menjelaskan tentang haramnya meminta-minta tanpa ada daruratnya atau sekedar untuk memperbanyak harta. Dari Abdulloh bin ‘Umar rodhiyallohu anhuma Rasululloh r bersaba:
مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِىَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِى وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ
Senantiasa seseorang itu meminta-minta kepada manusia sampai nanti ia akan datang pada hari kiamat tidak ada pada wajahnya sekeratpun daging (HR. al Bukhori 1405, Muslim 1040). Abdulloh bin Umar rodhiyallohu ‘anhuma berkata: ‘Sekiranya aku mati karena usahaku sendiri untuk mencukupi kebutuhanku lebih aku sukai daripada mati berperang di jalan Alloh’ (Talbis Al Iblis , Ibnul Jauzi hal.454). Bahkan bagaimana kehormatan diri mereka sangat dijaga salah seorang sahabat yaitu Tsauban t maula Rasululloh r tidak mau meminta orang lain memunguti cemetinya yang terjatuh ke tanah.
b.Menjelaskan tentang keutamaan seorang mukmin yang kuat dari mukmin yang lemah karena Islam tidaklah mengajarkan ummatnya untuk menjadi sampah dan beban masyarakat. Langit tidaklah menurunkan emas dan rupiah, oleh karena itu sifat malas harus dibuang untuk menjadi manusia yang bermartabat. Rasululloh r bersabda:
مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
Tidaklah seseorang memakan suatu makanan yang lebih baik dari makanan hasil tangannya sendiri (HR .al Bukhori 1966). Ummul Mukmini rodhiyallohu ‘anha berkata:
كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - عُمَّالَ أَنْفُسِهِمْ
Para sahabat Rasululloh r adalah pekerja untuk diri mereka (HR. al Bukhori 1965).
2.      Menciptakan masyarakat islam yang kuat
Sebagaimana mengemisnya seseorang merupakan kehinaan maka ketergantungan suatu bangsa kepada bangsa lainnya merupakan bukti lemahnya bangsa tersebut. Sebaliknya adanya industri, teknologi dan informasi yang maju merupakan pertanda kuatnya bangsa atau masyarakat tersebut. Alloh Ta’ala berfirman:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآَخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang yang dengannya kamu menggetarkan musuh Alloh, musuhmu dan orang-orang selain mereka (QS. Al Anfaal: 60). Tidak mungkin suatu ummat bisa menggetarkan dan membuat takut musuhnya kecuali dengan kesungguhan mereka untuk membuat alat-alat persenjataan canggih yang menunjukkan kekuatan akal, ilmu dan  badan mereka. Disebutkan dalam sejarah bagaimana Rasululloh r mengutus para sahabatnya seperti Urwah bin Mas’ud dan Gailan bin Salamah untuk mempelajari bagaimana penggunaan dabbabat (alat perang yang terbuat dari kulit dan kayu yang dimasuki oleh beberapa orang, sejenis tank di zaman ini) dan minjaniq (alat perang yang digunakan untuk melempar batu, panah atau yang lainnya ke arah musuh) kemudian mempraktekkannya pada perang Thoif (Siroh An Nabawiyah Ibnu Hisyam 2/478, Imta’ul Asma’, Al Muqrizy 1/366).
3.      Ta’awwun (tolong-menolong) dalam mencari penghidupan
Sesungguhnya Alloh Ta’ala menciptakan makhluq dan menjadikan mereka pemakmur bumi ini. Diantara mereka ada yang diberikan keluasan rizqi dan diantaranya juga ada yang hanya diberikan sekedarnya saja untuk sebuah hikmah yaitu agar satu sama lain saling bantu-membantu. Alloh ta’ala berfirman:
نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا
Kami telah membagi penghidupan mereka dalam kehidupan dunia dan kami mengangkat sebagian mereka beberapa derajat agar mereka saling memperbantukan (QS. Az Zukhruf: 32).
Berkata As Syaukani rohimahulloh menerangkan hikmah tersebut:’Hal itu adalah perbedaan antara mereka. Alloh menjadikan sebagiannya lebih utama dari yang lain di dunia dalam masalah rizqi, kepemimpinan, kekuatan, kemerdekaan, akal, ilmu kemudian Alloh Ta’ala menyebutkan hikmahnya :”Agar mereka saling bantu membantu” yaitu satu sama lain slaing memperbantukan. Yang kaya memperbantukan yang faqir, pemimpin memperbantukan rakyat, yang kuat memperbantukan yang lemah, yang merdeka memperbantukan yang budak, yang pintar memperbantukan yang kurang pintar, yang alim memperbantukan yang tidak alim dan ini adalah keumuman dalam urusan dunia yang dengannya sempurnalah kemaslahatan mereka, terpenuhilah penghidupannya dan satu sama lain tercapai keinginannya. Semua produk dunia ada yang bisa diproduksi dengan bagus oleh suatu kaum sedangkan yang lain tidak bisa sehingga sebagiannya membutuhkan kepada yang lainnya untuk memperoleh persamaan dalam dalam penghidupan dunia…(Fathul Qodir 4/554). Walhamdulillahi robbil ‘alamin.